COVID-19 adalah penyakit akibat suatu coronavirus baru
yang sebelumnya tidak teridentifikasi pada manusia. Coronavirus adalah suatu
kelompok virus yang ditemukan pada hewan dan manusia. Coronavirus jenis baru
yang ditemukan pada manusia sejak kejadian luar biasa muncul di Wuhan Cina,
pada Desember 2019, kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus 2 (SARS-COV2), dan menyebabkan penyakit Coronavirus Disease-2019
(COVID-19).
Sejak Covid-19 pertama kali dilaporkan oleh WHO di Wuhan
China pada akhir Desember 2019, kemudian menyebar ke lebih dari 180 negara
termasuk Indonesia. Semua negara berupaya mempersempit penyebaran virus
Covid-19 yang ditransmisikan antar manusia melalui droplet. Virus sangat
berbeda dengan bakteri dalam hal ukuran yaitu 40-160 nm, memiliki struktur
berupa tonjolan glikoprotein dan membrane protein berbentuk amplop yang
memiliki kemiripan struktur dengan virus SARS-CoV hingga 75-90%. Struktur gen
pada Covid-19 juga mirip dengan SARS-CoV (>80%).
Covid-19 akan inaktif jika terkena sinar ultraviolet dan
suhu tinggi serta disinfektan yang bersifat lipofil (larut lemak) yaitu : eter,
etanol, klorin, asam peroksi asetat dan kloroform. Covid-19 akan berkembang
biak dalam tubuh manusia dalam masa inkubasi 3-7 hari bahkan hingga 14 hari.
Sepanjang daya tahan tubuh manusia yang terinfeksi cukup, maka Covid-19 akan
mati dengan sendirinya (self limiting
disease). Hingga saat ini belum ada obat antivirus yang spesifik direkomendasikan
untuk terapi Covid-19, sehingga upaya
yang dapat dilakukan adalah upaya pencegahan penyebaran (transmisi) virus
dengan mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer lebih sering dengan air
mengalir, menghindari menyentuh area muka, jika batuk dan bersin ditutupi
dengan lengan atas atau sapu tangan, hindari kerumunan dan menerapkan pola
hidup bersih dan sehat.
Virus Covid-19 diketahui memiliki lapisan dinding virus
yang tersusun dari amplop lipoprotein yang membungkus RNA di bagian dalamnya.
Agar virus ini bisa mati, maka dibutuhkan bahan yang mampu merusak amplop dan
material di dalamnya. Amplop ini tidak bisa dihancurkan dengan air saja,
sehingga perlu bahan lain yaitu alkohol atau surfaktan (yang banyak dipahami
oleh masyarakat sebagai sabun) sesuai saran WHO
Penerapan kimia untuk mencegah pandemi Covid 19 terletak
pada penggunaan Antiseptik dan Disinfektan. Di mana telah disebutkan bahwa
untuk memutus rantai penularan Covid-19 adalah dengan menjaga kebersihan dengan
membunuh virus Covid-19 sebelum ia menginfeksi manusia. Berbagai cara
diantaranya adalah menggunakan antiseptik untuk membasuh tangan dan bagian
tubuh, dan disinfektan yang disemprotkan atau diusapkan pada berbagai benda
mati yang mungkin terpapar virus.
Antiseptik/Handsanitaizer
Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup
seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa, untuk mengurangi kemungkinan
infeksi, sepsis atau pembusukan (putrefaction).
Beberapa antiseptik adalah germisida sejati, yang mampu menghancurkan mikroba
(bakteriosidal), sementara yang lain bersifat bakteriostatik dan hanya mencegah
atau menghambat pertumbuhannya. Antiseptik sering digunakan untuk mensterilkan
tangan sebelum melakukan tindakan yang memerlukan sterilitas yang dikenal
dengan nama Handsanitaizer. Kandungan antiseptik biasanya berupa povidon iodin,
kalium permanganat, hydrogen peroksida, alkohol. Hand sanitizer pada umumnya
adalah mengandung antiseptik, seperti alkohol 60-70%.
Disinfektan
Disinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk
menghambat atau membunuh mikroorganisme (misalnya pada bakteri, virus dan jamur
kecuali spora bakteri) pada permukaan benda mati, seperti furniture, ruangan,
lantai, dll. Disinfektan tidak digunakan
pada kulit maupun selaput lendir, karena
berisiko mengiritasi kulit dan berpotensi memicu kanker. Hal ini berbeda dengan
antiseptik yang memang ditujukan untuk disinfeksi pada permukaan kulit dan membran mukosa.
Disinfektan dapat digunakan untuk membersihkan permukaan
benda dengan cara mengusapkan larutan disinfektan pada bagian yang
terkontaminasi, misalnya pada lantai,
dinding, permukaan meja, daun pintu, saklar listrik dll. Penggunaan disinfektan
dengan teknik spray atau fogging telah digunakan untuk mengendalikan jumlah
antimikroba dan virus di ruangan yang berisiko tinggi. Pada ruangan yang sulit
dijangkau biasanya digunakan sinar UV dengan panjang gelombang tertentu. Proses
ini akan mencegah penularan mikroorganisma patogen dari permukaan benda ke
manusia.
Terdapat beberapa produk disinfektan yang
direkomendasikan untuk disinfeksi, misalnya sodium hipoklorit, amonium
kuarterner (sejenis deterjen kationik), alkohol 70 % dan hidrogen
peroksida. Perhatikan petunjuk penggunaan
pada label agar produk dapat digunakan dengan efektif dan aman. Perlu
diperhatikan, konsentrasi disinfektan yang digunakan serta waktu kontak antara
objek dengan disinfektan (antara 1 hingga 10 menit tergantung dari jenis
disinfektan). Hal yang perlu diperhatikan adalah penggunaan sarung tangan dan
pastikan ventilasi yang baik untuk mengurangi paparan pada saat menggunakan
disinfektan.
Sebelum menggunakan disinfektan terlebih dahulu kamu
harus paham dampak dari kandungan disinfektan tersebut. Etanol dengan konsentrasi
minimal 60% sudah diketahui dapat melarutkan bagian lipid atau lemak dari
dinding virus sehingga virus akan rusak. Karena etanol juga mampu larut dengan
air, maka sangat menguntungkan karena dapat melarutkan virus yang amplopnya
bersifat larut air (non-lipophilic virus). Bahan golongan klorin (contohnya
klorin dioksida, sodium hipoklorit, asam hipoklorit) dapat membunuh virus
dengan jalan masuk menembus dinding virus dan akan merusak bagian dalam virus.
Klorin adalah cairan/bahan yang mudah menguap, sehingga memiliki risiko
mengganggu pernafasan bila terhirup dan menimbulkan sesak nafas sampai iritasi
paru-paru, sesuai banyaknya klorin yang terhirup. Benzalkonium klorida, salah
satu golongan surfaktan kationik yang saat ini banyak digunakan pada cairan
disinfektan, juga mampu merusak dinding virus. Apabila terhirup juga dapat
menimbulkan bahaya dalam pernafasan dan beberapa orang dapat mengalami reaksi
alergi atau kambuhnya asma. Hidrogen peroksida (H2O2)
merupakan senyawa oksidator kuat yang dapat merusak dinding virus dan mampu
merusak material di dalamnya. Penggunaan hidrogen peroksida secara berlebihan
akan menyebabkan iritasi hingga rusaknya kulit. Penggunaan bersama-sama antara
hidrogen peroksida (1%) dengan peracetic acid (0,08%) juga efektif untuk
merusak dinding virus.
0 Response to "Penerapan Kimia Untuk Mencegah Pandemi Covid 19"
Post a Comment